Orang Tua yang Egois Melahirkan Anak yang Egois, Benarkah?
Saya begitu penasaran, mengapa mayoritas anak yang tumbuh dari kedua orang tua egois yang hanya memikirkan dirinya sendiri cenderung tumbuh sebagai anak yang lebih bijaksana di kemudian hari. Meski tidak semua begitu, ini hanya rata-rata berdasarkan pengamatan saya.
Secara umum, tidak selalu benar, tapi ada benarnya. Maksudnya begini: orang tua yang egois cenderung mencontohkan perilaku yang berpusat pada diri sendiri, dan anak-anak belajar banyak dari contoh, bukan hanya dari nasihat.
Jadi kalau anak tumbuh di lingkungan yang penuh dengan ketidakseimbangan empati dan kepedulian terhadap orang lain, besar kemungkinan ia akan meniru hal itu.
"Children learn more from what you are than what you teach."
—W.E.B. Du Bois
Pernahkah kamu mendengar anggapan bahwa “anak adalah cerminan orang tua”? Dalam banyak hal, kalimat ini memang ada benarnya. Tapi bagaimana jika orang tua memiliki sifat egois—apakah anak juga otomatis akan tumbuh menjadi pribadi yang egois?
Pertanyaan ini tampaknya sederhana, namun memiliki jawaban yang kompleks. Mari kita bahas lebih dalam.
Orang Tua sebagai Cermin Pertama
Sejak lahir, anak-anak belajar melalui pengamatan. Mereka menyerap informasi dari lingkungan terdekatnya, dan biasanya orang tua adalah figur pertama yang paling banyak memengaruhi pembentukan kepribadian.
Jika anak tumbuh dalam lingkungan yang penuh dengan sikap mementingkan diri sendiri, tidak peduli pada kebutuhan orang lain, atau kurang empati, ada kemungkinan besar ia akan meniru perilaku tersebut.
Namun, apakah itu berarti anak pasti tumbuh menjadi egois? Belum tentu.
Baca juga:
Egoisme Tidak Selalu Menurun
Kepribadian seseorang dibentuk oleh banyak faktor—tidak hanya pola asuh orang tua. Pengaruh lingkungan sosial, pendidikan, pertemanan, media, dan pengalaman pribadi sangat berperan besar dalam membentuk nilai-nilai seseorang.
Banyak anak justru tumbuh menjadi pribadi yang sangat peduli dan empatik, karena mereka menyadari bahwa pola egoisme yang mereka lihat di rumah bukanlah hal yang layak untuk ditiru.
“We are not our parents. We are not our past. We are the choices we make today.”
—Anonymous
Dengan kata lain, anak-anak bukan hanya peniru, tetapi juga pembelajar aktif yang bisa memilih untuk bersikap berbeda.
Ada beberapa faktor penting yang memengaruhi apakah anak jadi egois atau tidak, di antaranya:
1. Pengaruh Lingkungan
Anak-anak bukan hanya belajar dari orang tua, tapi juga dari lingkungan sekolah, teman sebaya, media, dan pengalaman sosial lainnya. Seorang anak bisa tumbuh jadi pribadi yang empatik meski orang tuanya egois, kalau ia punya figur panutan lain yang positif.
2. Kecerdasan Emosional dan Refleksi Diri
Ada anak-anak yang sejak kecil menunjukkan kesadaran diri yang tinggi. Mereka mampu melihat kekurangan dalam lingkungan keluarganya dan berusaha membentuk identitas yang lebih positif.
Refleksi diri, kemampuan untuk merasakan empati, dan dorongan untuk menjadi “lebih baik” sering kali menjadi jalan keluar dari siklus egoisme yang mungkin diwariskan.
3. Pola Asuh
Penting juga untuk menyadari bahwa egoisme orang tua belum tentu sepenuhnya buruk dalam konteks pengasuhan. Beberapa orang tua mungkin memiliki kecenderungan egois dalam keputusan pribadi atau relasi sosial, tapi tetap mampu memberikan kasih sayang, perhatian, dan nilai-nilai baik pada anak. Dunia manusia memang tidak selalu hitam-putih.
4. Kepribadian Anak
Setiap anak punya temperamen berbeda sejak lahir. Ada anak yang lebih sensitif, ada yang lebih keras kepala. Kepribadian dasar ini juga memengaruhi respons terhadap pola pengasuhan.
Baca juga:
Jadi, kesimpulannya:
Orang tua yang egois bisa melahirkan anak yang egois, tapi tidak pasti. Anak tetap punya potensi untuk tumbuh jadi pribadi yang berbeda, terutama jika ada pengaruh positif lainnya dalam hidupnya. Meskipun orang tua memiliki pengaruh besar, anak tetap punya potensi dan kekuatan untuk tumbuh menjadi pribadi yang berbeda—lebih baik, lebih bijak, dan lebih peduli.
Sebagai orang dewasa, kita pun bisa membantu menciptakan lingkungan yang lebih sehat untuk anak-anak di sekitar kita—dengan menjadi contoh, sahabat, atau bahkan ruang aman tempat mereka belajar menjadi versi terbaik dari dirinya sendiri.